Senin, 22 Oktober 2012

RESUME JURNAL TENTANG TEORI PEMROSESAN INFORMASI


Posting kali ini akan saya isi dengan mereview jurnal tentang teori pemrosesan informasi. Berikut adalah identitas jurnal yang akan saya review
Judul               : Pemrosesan Informasi Dalam Belajar Gerak
Penulis             : Slamet Riyadi
Pekerjaan         : Dosen Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga JPOK FKIP UNS
Link Jurnal      : ejournal.utp.ac.id/index.php/JIS/article/view/14/13


Jurnal ini berkaitan dengan teori pemrosesan informasi yang menjadi materi dikelas Psikologi Belajar. Terlebih lagi pembahasan jurnal yang mengaitkan proses belajar gerak dengan pemrosesan informasi. Hal ini menguatkan saya untuk mereview jurnal tersebut karena pembahasannya dengan proses belajar yang sesuai dengan materi dikelas Psikologi Belajar.

RESUME

A.  Pendahuluan
Ketika orang berjalan, berlari, melempar dan memukul bola dalam berbagai permainan seperti tenis, softball, memainkan piano atau menari, mereka melakukan sesuatu dalam upaya mencapai suatu jenis keahlian yang disebut keterampilan gerak

Perubahan keterampilan gerak dalam belajar gerak merupakan indikasi terjadinya proses belajar gerak yang dilakukan oleh peserta didik. Proses penguasaan keterampilan gerak, tidak terlepas dari penguasaan dan pemrosesan informasi yang diterima selama proses pembelajaran oleh peserta didik. 

Output dari pemrosesan informasi menghasilkan gerakan, sebagai salah satu bentuk umpan balik sensori dari proses belajar gerak. Agar peserta didik memiliki keterampilan dan kemampuan dalam merespon dan mengantisipasi setiap gerakan dalam pembelajaran gerak, maka pengetahuan mengenai pemrosesan informasi dalam belajar gerak perlu dipahami dengan benar.


B.  Belajar Gerak
Belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau dalam potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman, demikian pendapat yang dikemukakan oleh Hergenhan dan Olson (1993). Belajar Gerak serangkaian gerak yang berkaitan dengan latihan atau pengalaman yang mengarah pada perubahan kemampuan seseorang yang relatif permanen untuk menampilkan gerakan-gerakan yang terampil.

            Faktor situasi belajar merupakan salah satu faktor yang akan memberikan pengaruh dalam proses pembelajaran gerak. Dalam belajar gerak, situasi belajar berhubungan dengan analisis kemampuan individu subyek belajar dan profil tugas yang kelak dilakukanya. Dengan memahami potensi indvidu dan tujuan yang hendak dicapai maka dapat diciptakan situasi belajar yang kondusif. Rancang bangun yang efektif dari situasi belajar akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap rangkaian proses pemerolehan keterampilan gerak. Pada tahap manapun dari rangkaian belajar gerak senantiasa dibutuhkan situasi belajar yang kondusif.

C.  Tahapan Belajar Gerak
Dalam kaitannya dengan pemrosesan informasi dalam belajar gerak, peserta didik akan melalui beberapa tahapan yaitu: 1. tahap formasi rencana, 2. tahap latihan dan 3. tahap otomatisasi. Secara rinci setiap tahapan dalam pembelajaran gerak kaitannya dengan pemrosesan informasi, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.    Tahap formasi rencana
Tahap formasi rencana merupakan tahap di mana seseorang sedang menerima rangsangan pada alat-alat reseptornya sebagai masukan bagi sistem memorinya.
2.    Tahap latihan
Pada tahap ini di mana pola gerak yang telah terbentuk dalam sistem memori sedang diunjuk kerjakan. Unjuk kerja keterampilan pada awalnya dilakukan dengan tingkat koordinasi yang rendah.
3.    Tahap otomatisasi
Tahap ini meruapakan tahap akhir dari rangkaian proses belajar. Gerakkan otomatisasi merupakan hasil dari latihan yang dilakukan dengan efektif.
 
D.  Informasi
Dalam melakukan aktivitas fisik sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan yang masuk lewat input sensori. Input biasanya diwakili oleh sebuah stimulus yang dihadirkan selama pembelajaran gerak, yang lebih sering hadir dalam konteks stimulus lingkungan yang bertumpuk-tumpuk. Stimulus yang masuk melalui berbagai macam input sensori inilah yang disebut dengan informasi. 

Individu memilih informasi secara langsung melalui sistem indera mereka, sehingga mereka menjadi lebih mahir dalam menerima dan merespons informasi yang datang. Prinsip-prinsip model pemrosesan informasi, pada dasarnya hampir sama dengan prinsip dalam teori stimulus dan respon. Teori proses pengolahan informasi berkaitan erat dengan tahapan saat seseorang menerima masukan dan memproses informasi menjadi rencana gerak dalam memorinya. Kemudian, proses adaptasi tampak pada mekanisme dari perencanaan gerak menjadi suatu unjukkerja keterampilan gerak seseorang.

E.  Tahap-Tahap Pemrosesan Informasi
Sebelum respons kinetik diberikan terhadap suatu stimuli, informasi akan dianalisis melalui;
1. Identifikasi stimulus sebagai persepsi
Tahap pengenalan rangsang (stimuli identification) merupakan tahap penginderaan, yang menganalisis informasi dari berbagai sumber seperti pandangan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan sebagainya. Identifikasi stimulus merupakan awal dari rangkaian pengenalan stimulus yang diterima seseorang dengan memberikan analisis terhadap lingkungan dari suatu sumber informasi, bentuk informasi, sentuhan, penglihatan dan pendengaran. Hasil identifikasi stimulus ini akan menjadi bentuk yang representatif bagi seleksi respons yang harus diberikan terhadap suatu bentuk stimuli.

2. Seleksi respons sebagai keputusan
Pada tahap seleksi respons akan dilakukan seleksi terhadap berbagai kemungkinan respons yang harus diberikan terhadap suatu stimuli, selanjutnya seleksi respons akan disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Berbagai kemungkinan bentuk gerak akan diprogramkan untuk memberikan respons, atas stimuli yang muncul.

Tahapan pemilihan respon dimulai ketika tahapan pertama memberikan informasi tentang hakikat dari rangsangan yang masuk. Selanjutnya tugas pemilihan respon ini adalah untuk menentukan gerakan apa yang harus dibuat, sesuai dengan rangsangan. Tahap ini adalah serupa dengan mekanisme penerjemahan antara masukan indera dan luaran gerakan

3. Pemrograman respon sebagai aksi
Dalam pemrograman respons dilakukan pengorganisasian tugas dari sistem motorik sebagai dasar respons kinetik. Sebelum respons kinetik sebagai jawaban dimunculkan, maka program respons akan mempertimbangkan bentuk stimulus yang telah diidentifikasi pada tahap sebelumnya. Bila tahapan rangkaian proses pengolahan informasi telah dilakukan, maka pola rencana gerak telah terbentuk dalam memori seseorang. Pola rencana gerak yang berinteraksi dengan lingkungan stimulus pada akhirnya akan menjadi respons kinetik seperti yang ditampilkan oleh seseorang.

F.   Memori
Pada umumnya para ahli memandang ingatan sebagai hubungan antara pengalaman dengan masa lalu. Proses manusia memunculkan kembali tiap kejadian pengalaman pada masa lalunya, membutuhkan kemampuan mengingat kembali yang baik. Sebelum seseorang mengingat suatu informasi atau sebuah kejadian dimasa lalu, ternyata ada beberapa tahapan yang harus dilalui ingatan untuk bisa muncul kembali. Tiga tahapan utama pembentukan dan pengambilan memori dalam proses pengolahan informasi tersebut, adalah:
o  Encoding atau pendaftaran (menerima, pengolahan dan menggabungkan informasi  yang diterima)
o  Penyimpanan (penciptaan catatan permanen dari informasi yang dikodekan)
o  Retrieval , mengingat atau ingatan (memanggil kembali informasi yang disimpan dalam menanggapi beberapa isyarat untuk digunakan dalam proses atau kegiatan)

G.  Pemrosesan Informasi Dalam Belajar Gerak
Respons kinetik sebagai keluaran dari suatu proses sistem akan berhubungan dengan kecepatan memberikan reaksi dan pengambilan keputusan. Pengolahan informasi pada saat melakukan aktivitas keterampilan telah melalui tiga tahapan, yaitu: masukan (input), pengambilan keputusan dan keluaran (output).
1.    Masukan (input)
Masukan (Input) merupakan informasi yang diperoleh secara sadar dari lingkungan atau luar, yang selanjutnya untuk memutuskan tanggapan yang harus dilakukan. Dalam penguasaan keterampilan, masukan ini merupakan tahap bagaimana seseorang mempertimbangkan informasi yang masuk atau dirasakan dari luar untuk kemudian menginterprestasikan penting atau tidaknya respon tersebut. Misalnya, dalam permainan tenis lapangan yaitu pada saat pemain akan mengantisipasi datangnya bola dari pukulan lawan, apakah bola akan dikembalikan dengan pukulan spin atau drop shot pada saat pemain melakukan persepsi datangnya bola.

Persepsi tersebut biasanya sangat tergantung pada memori atau pengalaman yang diperoleh sebelumnya. Kemudian dilakukan pengambilan keputusan untuk menentukan keterampilan gerak apa yang akan dilakukan. Setelah pengambilan keputusan selesai, maka akan terjadi pemrograman respon untuk menghasilkan output geraknya. Dan selanjutnya dilakukan umpan balik untuk mengetahui apakah keterampilan gerak yang dilakukan sudah sesuai dengan apa yang diinginkan atau tidak.

2.    Pengambilan Keputusan (decision making)
Kemampuan perseptual dalam pengolahan informasi merupakan penyedia informasi untuk mengambil suatu keputusan dalam suatu aktivitas fisik. Pengambilan Keputusan merupakan tahapan dimana didalamnya telah terjadi pemrosesan, yaitu: mengenali informasi yang diperoleh, pemrosesan dalam memori, dan mempersepsi masukan untuk menghasilkan suatu keluaran (output) yang dinginkan. Kemampuan pengambilan keputusan tersebut dipengaruhi faktor keterampilan yang dimiliki seseorang.
 Kemampuan untuk membuat keputusan dalam pengolahan informasi suatu keterampilan dalam olahraga tergantung dari beberapa hal, yaitu: efisiensi organ dalam melakukan gerak, intensitas stimulus dan kemampuan untuk menginterpretasikan stimulus dengan tepat (kemampuan perseptual). Untuk memberikan respons kinetik dengan cepat dan tepat, menurut Abdoellah (1987:45) berkaitan dengan potensi kemampuan gerak yang dimiliki oleh seseorang.
Masalah yang serius dalam pembelajaran Pendidikan jasmani dan olahraga kesehatan adalah informasi yang diberikan kepada siswa terlalu banyak. Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi keterampilan yang dikuasai siswa, karena informasi yang ditangkap oleh siswa tidak dapat diinterpretasikan dalam keterampilan. Oleh karena itu dalam pembelajaran penjasorkes, pengajar sebaiknya meminimalisir informasi yang diberikan kepada siswa, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

3.    Keluaran (output)
Dalam belajar gerak, output merupakan tanggapan seseorang yang ditunjukkan dalam suatu keterampilan setelah dilakukan pemrosesan informasi. Output keterampilan ini nantinya dapat dijadikan dasar atau ukuran dalam pengambilan keputusan, apakah keterampilan yang dilakukan perlu adanya perbaikan atau dilanjutkan pada tingkat keterampilan yang lain. Biasanya keterampilan tersebut dimulai dari yang mudah ke yang lebih sulit. Untuk itu perlu adanya umpan balik (feedback) untuk mengevaluasi keterampilan tersebut.

Kesimpulan
Pada dasarnya belajar gerak merupakan suatu proses belajar yang bertujuan untuk mengembangkan berbagai keterampilan gerak secara efektif dan efisien. Perubahan keterampilan gerak dalam belajar gerak merupakan indikasi terjadinya proses belajar gerak yang dilakukan oleh peserta didik. Dengan demikian, keterampilan gerak yang diperoleh bukan hanya dipengaruhi oleh faktor kematangan gerak melainkan juga oleh faktor proses belajar gerak.
Pemberian pengalaman gerak yang luas kepada anak merupakan tindakan yang bijaksana dalam usaha mempengaruhi perkembangan anak. Melalui gerak, pada dasarnya anak sedang mengadakan interaksi dan komunikasi dengan dunia luar dalam usaha melengkapi pengatahuan dan sikapnya. Pengaruh dari proses belajar terhadap ranah kognitif dan afektif bukanlah pengaruh tidak langsung melainkan pengaruh langsung seperti halnya terhadap perkembangan gerak.
Jadi pemrosesan informasi dalam kognitif seorang anak berpengaruh terhadap proses belajarnya.Dalam hal ini pemrosesan informasi berpengaruh terhadap proses pembelajaran gerak pada siswa.

Rabu, 10 Oktober 2012

Aplikasi Teori B.F Skinner Dalam Kelas Psikologi Belajar


         10 Oktober 2012 pukul 11.00 WIB kelas psikologi belajar dengan dosen pengampu Ibu Dina dimulai. Tidak seperti biasanya, kami duduk tidak berdeatan satu samal lain. Selain itu bu Dina juga mebagi kami kedalam dua gruo, yaitu grup A dan grup B. Setelah itu, tanpa disangka-sangka beliau memberikan kami 3 lembar kertas. 2 diantaranya adalah sertifikat dan satu lembar  lainnya adalah kertas HVS kosong. Awalnya saya tidak mengerti dengan maksud pembagian kertas-kertas tersebut. Beliau juga memerintahkan kami untuk memegang sebuah alat tulis. Setelah pembagian kertas-kertas tersebut selesai, bu Dina memberikan kami instruksi untuk membuat sebuah produk apapun itu dengan menggunakan ketiga kertas yang sudah diberikan. Bu Dina juga mengatakan akan memilih 3 orang terbaik dari grup A dan 3 orang terbaik dari grup B. Artinya akan ada 6 orang terbaik yang dipilih nantinya.

 Berikut adalah 2 lembar sertifikat yang merupakan stimulus dan selembar kertas HVS yang tadinya kosong telah berisi menjadi sebuah produk yang merupakan respon dari stimulus yang diberikan.




Evaluasi Kegiatan Menggunakan Teori Skinner

            Saya yang awalnya kurang begitu paham dengan instruksi yang diberikan berusaha untuk mengerjakan semaksimal mungkin. Yang akhirnya saya sadari bahwa tugas tersebut membutuhkan kreatifitas yang baik dan pengeksploran kemampuan individual secara maksimal. Jujur saja, saya memang orang yang kurang kreatif. Setelah kami membuat produk dari 3 stimulus yang diberikan diawal, kami diminta untuk menuliskan sesuatu dikertas kecil, singkatnya seperti testimoni kegiatan yang sudah dilakukan yang dikaitkan dengan teori dari Skinner. Lalu kami diminta untuk menilai produk dan testimoni milik orang lain. Beruntung, saya berkesempatan menilai punya senior. Dan ternyata produk serta testimoninya sangat baik dan kreatif. Tidak seperti produk saya yang minim akan kreatifitas. Hehehe ....

            Jika dikaitkan dengan teori Skinner, maka kegiatan di kelas siang itu merupakan salah satu bentuk nyata pengaplikasian teori Skinner yang mengatakan bahwa reinforcement dilakukan untuk mendapatkan perilaku sesuai dengan keinginan pemberi stimulus. Reinforcement merupakan setiap konsekuensi behavioral yang memperkuat perilaku, yaitu penguatan yang dapat meningkatkan frekuensi respons. Reinforcement terbagi dua, yaitu reinforcement positif, dan reinforcement negative. Jelas bahwa pemilihan 6 orang terbaik disertai pemberian reward merupakan reinforement positif dari bu Dina terhadap prilaku yang telah dimunculkan. Hal tersebut tentunya akan memotivasi kami untuk melakukan yang terbaik dan memunculkan prilaku sesuai yang diharapkan oleh bu Dina selaku pemberi stimulus. 




Selasa, 09 Oktober 2012

Pengalaman Pribadi Kaitannya Dengan Teori B.F Skinner


Pengalaman Pribadi

            Orang tua saya adalah orang yang sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya. Beliau berdua selalu menginginkan anak-anaknya mengenyam pendidikan yang terbaik yang ada di Medan, sedangkan beliau berdua berdomisili di Aceh. Solusi yang diambil adalah mengirimkan anak-anaknya sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk sekolah di Medan. Alhasil saya tinggal bersama ketiga saudara kandung saya yang lain di Medan. Nah,  Pengalaman ini  terjadi ketika saya duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.  Ketika itu saya termasuk anak yang tidak perduli dengan lingkungan sekitar, termasuk keluarga saya sendiri. Saya tidak pernah berniat untuk mengetahui keadaan ayah dan ibu saya yang sedang berada diluar kota. Bahkan saya tidak peduli akan keadaan rumah yang kotor. Saya berfikir, untuk apa saya bersihkan, toh kakak-kakak saya akan membersihkannya. Hingga suatu hari saya tersadar akan sifat buruk saya tersebut. Ayah saya tidak lagi menelfon untuk menanyakan kabar saya. Ketika beliau menelfon kakak saya, beliaupun tidak menanyakan kabar saya. Selain itu, jika ada pekerjaan rumah, ibu saya tidak mau meminta bantuan saya. Padahal saya sedang tidak ada kerjaan apapun. Tapi tetap saja beliau tidak mau meminta bantuan saya. Saudara-saudara yang lainpun juga memberikan sindiran-sindiran negatif kepada saya. Hal ini membuat saya berfikir dan akhirnya saya mulai merubah diri sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya sekarang, semuanya berjalan dengan baik dan sesuai harapan saya.

Analisa Berdasarkan Teori Belajar B.F. Skinner

Pengalaman saya diatas dapat dijelaskan dengan menggunakan teori dari B.F Skinner. Dimana adanya reinforcement yang dilakukan untuk mendapatkan perilaku sesuai dengan keinginan pemberi stimulus.Reinforcement merupakan setiap konsekuensi behavioral yang memperkuat perilaku, yaitu penguatan yang dapat meningkatkan frekuensi respons. Reinforcement terbagi dua, yaitu reinforcement positif, dan reinforcement negative. Jika dikaitkan dengan pengalaman diatas, perlakuan yang diberikan oleh anggota keluarga saya termasuk ke dalam reinforcement negatif. reinforcement negatif tersebut bertujuan untuk menghilangkan prilaku buruk saya yang tidak diharapakan oleh keluarga saya.

Metode ini terbukti efektif dalam mengubah prilaku individu. Begitpun dengan yang saya alami. Hingga akhirnya saya berubah dan mempertahankan prilaku yang diharapkan oleh anggota keluarga saya.


Sabtu, 06 Oktober 2012

Analisa Film 'Kinky Boots'

Kelompok 9
1. Rizqi Chairiyah (10-007)
2. Fauziah Nami Nasution (10-016)
3. Sri Rizki Amanda (10-017)


Film Kinky Boots menceritakan tentang Charlie yang mengalami keputusasaan setelah ayahnya meninggal, dimana perusahaan keluarganya yang akan bangkrut. Charlie terjebak pada satu situasi dimana ia harus memutar otak untuk menyelematkan Price&Sons (Usaha Pabrik Sepatu milik keluarganya). Ditengah keputusasaannya, Charlie berjumpa dengan Lola, seorang waria yang berprofesi sebagai penyanyi cabaret di NightClub, London. Dari pertemuan itulah Charlie terinspirasi membuat produk baru berupa sepatu untuk para waria di NightClub. Dimana Lola direkrut sebagai desainer, atas dukungan dari Laurent (salah satu pegawai Charlie).

Pada awalnya, sampel produk pertama Charlie tidak sesuai dengan harapan Lola, dimana Lola merasa tersinggung, sepatu boots berwarna merah yang diproduksi, tidaklah menarik (Warna merah adalah bagian dari hidup Lola) sehingga membuat Lola marah. Namun, Charlie tidak putus asa, ia kembali meyakinkan Lola, bahwa ia akan melakukan yang terbaik. Ia rela mempromosikan produk yang dibuat hingga ke Milan (pusat mode). Hal ini membuat Charlie harus menggadaikan rumahnya, dan putus dari tunangannya.

Dari hasil kerjasama antara Charlie dan Lola, Charlie mampu mengatasi kebangkrutan pabriknya dan bisa memajukan kembali usaha pabrik sepatunya. Ia juga mampu kembali mempekerjakan pegawai yang sebelumnya telah ia pecat. Dari hal tersebut, Charlie belajar bahwa pegawai adalah aset yang paling penting dalam sebuah organisasi.

Analisa


            Berdasarkan synopsis film ‘Kinky Boots’, jika dihubungkan dengan teori Belajar, maka salah satu teori yang dapat menjelaskan proses yang terjadi dalam film adalah pendekatan teori Gestalt. Teori Gestalt didasarkan pada pengalaman persepsi terhadap suatu stimulus. Stimulus film dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda antara satu penonton dengan penonton lain.

Data adalah  hal yang paling dasar dari Psikologi Gestalt yang disebut dengan fenomena. Suatu fenomena dapat dilihat dari keseluruhan atau totalitas, tidak terpisah dalam berbagai elemen. Teori Gestalt dapat diterapkan dalam dua hal saat menonton Film Kinky Boots. Pertama, esensi yang didapat individu sebagai penonton (dimana respon dan persepsi pada setiap penonton akan berbeda-beda), dan kedua adalah esensi dari jalan cerita dan fenomena yang dialami tokoh utama (Charlie).

            Dari sisi tokoh utama, teori Gestalt sangatlah berkaitan, yaitu subjek (Charlie) ditempatkan dalam situasi yang mensyaratkan restrukturisasi bagi solusi. Dimana, saat Charlie putus asa, ayahnya meninggal, usaha pabrik sepatunya akan bangkrut, Charlie mampu kembali bangkit untuk meneruskan usaha keluarganya. Ia yang pada awalnya tidak punya daya dan merasa tidak mampu melakukan apa-apa, menjadi orang yang sangat kuat dan tegar. Stimulus yang ia dapat saat putus asa, yaitu penguatan dari Lauren (pegawainya yang akan ia pecat); dan Lola (seorang waria) membuatnya bekerja keras untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Secara perlahan tapi pasti, Charlie mampu kembali memajukan Pabrik Sepatunya dan mendapatkan kembali kepercayaan dari pegawainya, dan proses yang dijalani Charlie merupakan salah satu asumsi dasar pada teori Gestalt, yaitu individu memahami aspek dari lingkungan sebagai organisasi stimuli, dan merespons berdasarkan persepsi, dimana organisasi/susunan dalam lingkungan itu sendiri adalah sebuah proses, dan proses ini memengaruhi persepsi individu.

            Selain teori Gestalt, teori belajar yang dapat menjelaskan film “Kinky Boots” adalah pendekatan koneksionisme yang dikemukakan oleh Edward Thorndike. Beliau mengidentifikasi tiga hukum belajar. Pertama, hukum efek (laws of effects) menyatakan bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan melemahkan koneksi tersebut. Bila dihubungkan dengan prilaku Charli dalam film, maka dapat dijelaskan bahwa keadaan saat Lola marah merupakan kejadian menjengkelkan yang melemahkan prilaku Charlie yang buruk dalam membuat sepatu. Prilaku tersebut tidak diulanginya lagi, ia membuat desain baru dengan sebaik mungkin melalui banyak pertimbangan. Kedua, hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari pengalaman akan meningkatkan peluang respons yang benar. Hukum belajar ini jelas terlihat pada prilaku Charlie yang perlahan-lahan mengikuti apa yang orang lain harapkan darinya. Pengalaman berulang yang ia rasakan membuat Charlie belajar untuk berusaha sebaik mungkin dalam memproduksi sepatu. Dan hal ini adalah respon yang benar. Ketiga, hukum kesiapan (law of readiness) mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”. Pelaksanaan tindakan dalam merespons impuls yang kuat adalah memuaskan, sedangkan perintangan tindakan atau memaksakannya dalam kondisi lain adalah menjengkelkan. Hukum ketiga ini tampaknya sedikit membingungkan. Tetapi kelompok akan tetap mencoba menghubungkannya dengan prilaku-prilaku yang ada di film. Jika dihubungkan dengan prilaku Charlie (tokoh utama dalam film), hukum ini terlihat ketika adanya keinginan Charlie untuk menyelamatkan perusahaannya dari kebangkrutan, ia melaksanakan tindakan atas impuls kuat tersebut. Dan hal ini disebut sebagai keadaan yang “memuaskan” pada hukum kesiapan (law of readiness). Sampai pada akhirnya ia berhasil membangun kembali kejayaan perusahaan sepatu milik kelurganya tersebut.

Sumber :
Gredler, Margareth E. 2011. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, Ed. 6, Cet. 1. Jakarta: Prenada Group
Sarwono, Sarlito W. 2002. Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang

Selasa, 02 Oktober 2012

Teori Belajar Awal


Anggota Kelompok:

        Watson mencatat, bahwa selama 50 tahun terakhir psikologi gagal menjadi ilmu pasti. Fokus pada kesadaran dan proses mental menyebabkan psikologi menemui jalan buntu. Behaviorisme menjadi aliran dominan dari 1920-an hingga 1950-an, namun ia tidak sepenuhnya bebas dari penantang. Pendapat yang menentangnya, yakni psikologi Gestalt, yang menekankan pada pentingnya persepsi pembelajar dalam situasi pemecahan masalah dan karenanya ia membahas persoalan kognisi.

PENGKONDISIAN KLASIK DAN KONEKSIONISME
            Dua pendekatan awal untuk mempelajari perilaku adalah pengkondisian klasik dan koneksionisme.

Argumen Dasar Behaviorisme
            John Watson mendukung studi perilaku. Alasannya adalah semua organisme menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui respons, dan respons-respons tertentu biasanya disebabkan oleh peristiwa (stimulus) tertentu. Dengan mempelajari perilaku, psikolog akan mampu untuk memprediksi respons yang ditimbulkan lewat stimulus, dan sebalikya.
            Setelah mendalami studi perilaku, Watson menemukan riset reflex motorik dari psikolog rusia, V.M Bekheterev. Karya Bekheterev penting, karena ia berhasil memanipulasi reaksi behavioral di dalam laboratorium.

Asumsi Dasar
            Behaviorisme merujuk pada beberapa teori yang mengandung tiga asumsi dasar tentang belajar. Asumsi itu adalah :
1.      Fokus studi seharusnya addalah perilaku yang dapat diamati, bukan kejadian mental internal atau rekonstruksi verbal atas kejadian.
2.      Perilaku harus dipelajari melalui elemennya yang paling sederhana (stimuli spesifik dan respon spesifik)
3.      Proses belajar adalah perubahan behavioral.

Pavlov dan Pengkondisian Klasik atau Refleks
            Kisah riset Pavlov memperlihatkan seorang ilmuwan yang secara tidak sengaja menemukan cara untuk mengontrol perilaku sederhana saat meneliti reflex keluarnya air liur anjing. Dia sendiri, menemukan bahwa reaksi tidak sengaja, keluarnya air liur, dapat dilatih untuk merespons suara yang tidak berhubungan dengan makanan.

Pavlov dan Kaum Bolshevik
            Masa-masa revolusi Bolshevik (1917-1921) adalah masa-masa sulit bagi Pavlov, keluarganya, dan laboratoriumnya. Rumah Pavlov beberapa kali dicari-cari, hendak dibakar, dan keluarganya melarikan diri dari tempat di mana ia tinggal di sekitar Institute of Experimental Medicine.
            Pada Juni 1920, saat berusia 70 tahun. Pavlov menulis surat kepada pemerintah untuk minta izin beremigrasi. Kemudian ia menerima tunjangan hidup, jatah makan yang dipilh sendiri, mendapatkan pekerjaan, dan dukungan laboratorium.

Riset di Laboratorium Pavlov
            Fokus riset yang diawasi oleh Pavlov adalah reflex air liur anjing. Pada mulanya Pavlov menyebut reaksi air liur ini sebagai reflex yang dikondisikan. Namun, pada riset berikutnya, V.N Boldyrev menemukan bahwa reflex air liur ini bisa dilatih untuk merespons (dikondisikan) objek-objek atau kejadian dari modalitas indrawi, seperti : suara, penglihatan, atau sentuhan (Windholz, 1997).
            Riset di laboratorium Pavlov ini penting karena 2 sebab, yaitu :
a.       menunjukkan bahwa reaksi keluarnya air liur adalah reflex
b.      mengubah relasi alamiah antara stimulus dan reaksi diman dianggap sebagai penemuan penting dalam studi perilaku.

Paradigma Pengkondisian Klasik
            Proses dimana kejadian atau stimuli mampu memicu respon dikenal sebagai refleks atau pengkondisian klasik.Proses pengkondisian klasik terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a.       pra eksperimental
b.      memasang stimulus asli dengan stimulus baru yang tidak berhubungan dengan reaksi
c.       stimulus baru menimbulkan reaksi
Dalam relasi ilmiah, stimulus dan reaksi otomatisnya disebut sebagai unconditioned stimulus (UCS), dan unconditioned response (UCR) atau respon yang tidak dikondisikan.CS adalah hasil dari training, dan CR adalah reaksi yang terlatih merespon stimulus baru.

Konsep Terkait
Pengkondisian klasik memunculkan sejumlah variabel dan relasi yang dapat diriset dan diukur di dalam laboratorium. Termasuk kekuatan respon (amplitudo), lamanya waktu antara stimulus dan respon (latensi), dan tendensi stimuli yang sama untuk memunculkan reflex (generalisasi stimulus). Selain itu juga mengukur resistensi terhadap pelenyapan (extinction) dan hambatan (inhibition).
Efek dari pengkondisian Pavlovian adalah :
a.       munculnya riset terhadap kelangsungan hidup hewan di lingkungan alam
b.      perkembangan proses yang disebut kontra pengkondisian (counter-conditioning)

Pengkondisian Klasik dan Reaksi Obat
Reaksi terhadap isyarat sebelum datangnya makanan, juga menjelaskan relasi yang terjadi di dalam laboratorium dan studi klinis terhadap kecanduan obat. Setelah beberapa kali pemberian obat, petunjuk yang diasosiasikan dengan pemberian obat akan menyebabkan respons yang disebut conditional-compensatory (CCRs). CCRs penting, karena ia melemahkan efek dari obat tertentu yang sedang diberikan. Periset telah mendokumentasikan CCRs pada beberapa obat, termasuk obat yang kerap di salah gunakan, seperti opium, ethanol, dan kafein. Dalam riset Pavlov, eaksi air liur yang keluar saat melihat orang member makan adalah model untuk pengembangan toleransi obat adiktif.

Behaviorisme John Watson
Watson mengidentifikasi tiga reaksi emosional bayyi yang bersifat naluriah, yaitu reaksi yang terjadi secara alami. Reaksi tersebut adalah cinta, marah dan takut (Watson, 1928; Watson & Morgan, 1917). Misalnya, respons takur terjadi dilingkungan alamiah setelah adanya suara keras atau kurangnya dukungan pada bayi.
            Watson sepakat dengan Sigmund Freud, bahwa kehidupan emosi dewasa dimulai sejak masa bayi dan emosi itu dapat ditransfer dari satu objek/kejadian ke objek/kejadian lainnya (Watson & Morgan, 1917).             Watson menunjukkan teorinya dalam eksperimen dengan Albert, bayi berusia 11 bulan. Reaksi takut Albert dikondisikan ke tikus putih dan reaksi ini ditransfer ke kelinci putih.

Koneksionisme Edward Thorndike
            Thorndike memilih bereksperimen dalam kondisi terkontrol untuk mengembangkan teorinya. Dalam eksperimennya, hewan dikurung dengan makanan diletakkan di luar atau di kotak tertutup. Tugas bagi hewan lapar itu adalah membuka makanan atau sangkar dan mendapatkan makanan. Thorndike menyebut eksperimen ini sebagai pengkondisian instrumental untuk merefleksikan perbedaannya dengan pengkondisian klasik. Teori ini dikenal sebagai koneksionisme karena hewan membangun koneksi antara stimuli particular dengan perilaku mandiri.
            Dari hasil percobaan yang dilakukan Thorndike pada beberapa hewan, Thorndike mengidentifikasi tiga hukum belajar. Pertama, hukum efek (laws of effects) menyatakan bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan melemahkan koneksi tersebut. Hukum efek penting karena dapat mengidentifikasi mekanisme baru dalam proses belajar. Kedua, hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari pengalaman akan meningkatkan peluang respons yang benar. Ketiga, hukum kesiapan (law of readiness) mendeskripsikan kondisi yang mengatru keadaan yang disebut sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”. Pelaksanaan tindakan dalam merespons impuls yang kuat adalah memuaskan, sedangkan perintangan tindakan atau memaksakannya dalam kondisi lain adalah menjengkelkan.

PSIKOLOGI GESTALT
Fokus awal riset Gestalt adalah pengalaman persepsi. Bersama dengan Kurt Koffka dan Wolfgang Kohler, Wertheimer mengembangkan hukum persepsi dan mengaplikasikan konsep ini ke belajar dan pemikiran. Riset yang dilakukan psikologi Gestalt terhadap persepsi visual menunjukkan bahwa:
a.       Ciri global dideteksi sebagai keseluruhan, bukan sebagai elemen-elemen sederhana
b.      Proses ini konstruktif karena individual sering menstransformasikan input visual yang tidak lengkap ke dalam citra perseptual yang lebih jelas

Asumsi Dasar
Empat asumsi dasar perspektif Gestalt dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Asumsi
Contoh
1.    Yang mestinya dipelajari adalah prilaku molar, bukan prilaku molecular
Kinerja seorang mahasiswa di kelas saat dosen memberi kuliah
2.    Organisme merespons “keseluruhan sensoris yang tersegregasi” atau gestalten ketimbang pada stimuli spesifik atau kejadian-kejadian yang terpisah dan independen
Susunan geometris dari 11 titik dilihat sebagai sebuah salib

                     º
                     º
                     º
           º  º  º  º  º  º  º
                     º
                     º
                     º

3.    Lingkungan geografis, yang hadir sebagaimana adanya, berbeda dengan lingkungan behavioral, yang merupakan cara sesuatu muncul. Lingkungan behavioral adalah realitas subjektif
Koffka mendeskripsikan peristiwa seorang pria mengendarai kuda melewati datran di tengah badai salju menuju sebuah penginapan. Ketika ditanya dari mana ia berasal, lelaki itu menunjuk arah seberang penginapan. Pemilik penginapan terkejut dan bertanya apakah lelaki itu tahu dia sebenarnya berkuda di atas danau yang membeku. Ceritanya lelaki itu jatuh dan mati karena terkejut ketika sadar dirinya sudah menyeberangi danau berlapis es tipis bermil-mil
4.    Organisasi lingkungan sensoris adalah interaksi dinamis dari kekuatan-kekuatan di dalam struktur yang mempengaruhi persepsi individu.
Sebuah gambar (misal, kubus) yang sama namun dipersepsi secara berbeda berdasar relasi dari garis-garisnya



Hukum Organisasi Perseptual
            Gestalt berpendapat bahwa tugas utama psikologi adalah mengetahui bagaimana individu secara psikologis memahami atau mempersepsi lingkungan geografis. Mereka mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian stimuli yang diamati di mana pengamat memberikan makna kepada serangkaian stimuli. Hukum Gestakt dasar, yakni hukum Pragnanz, dan hukum terkait primer yang mendeskripsikan semua pengaruh ini.

Hukum Pragnanz.
Istilah Pragnanz berarti esensi, dan hukum ini menunjukkan pengorganisasian psikologis terhadap sekelompok stimuli. Dalam setiap rangkaian stimulus, organisasinya dipersepsikan oleh individu sebagai satu stimuli yang: (a) paling komprehensif; (b) paling labil; (c) bebas dari sebab-akibat dan arbitrer.

Hukum terkait
            Hukum pengorganisasian perseptual mendeskripsikan empat karakteristik utama dari bidang visual yang mempengaruhi persepsi. Karakteristik itu adalah kedekatan dari setiap elemen (proximity), ciri yang sama, seperti warna (similarity), tendensi elemen untuk melengkapi pola (open direction), dan kontribusi elemen stimulus terhadap struktur sederhana keseluruhan (simplicity).

Riset Tentang Belajar dan Pemecahan Masalah
          Perkembangan utama dalam belajar dan pemikiran adalah pengalaman wawasan, perbedaan antara belajar arbitrer dan belajar bermakna, serta studi pemecahan masalah.
            Psikologi Gestalt memberi kontribusi beberapa konsep untuk memahami pemecahan masalah.  Mungkin yang paling terkenal adalah konsep pemahaman (wawasan), yang melibatkan reorganisasi persepsi seseorang untuk “melihat” solusi. Analisis kontemporer mengindikasikan bahwa pemahaman kreatif pada masalah baru memerlukan kerja keras dan riset, periode inkubasi, momen wawasan, dan pengkajian lebih lanjut. Dalam kehidupan sehari-hari, wawasan terhadap masalah mungkin diperoeh lewat pengaturan kembali beberapa aspek dari persoalan, elaborasi, dan relaksasi pembatas.
            Kontribusi lain dari psikologi Gestalt adalah pembedaan oleh Wertheimer atas belajar arbitrer (tanpa makna) dan belajar bermakna, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemecahan masalah. Di dalamnya mencakup pengidentifikasian masalah untuk menyusun solusi yang memiliki nilai fungsional, peran penemuan pemecahan masalah yang bermakna dengan panduan, dan menghindari pembatasan pemecahan masalah. Hal-hal yang membatasi itu antara lain adalah kekakuan fungsional, yakni ketidakmampuan untuk melihat elemen-elemen dari masalah dengan cara baru, dan belenggu masalah, yakni kekakuan dalam memecahkan masalah. Perkembangan lainnya adalah aplikasi konsep Gestalt ke formasi kelompok sosial dan motivasi serta konsep belajar laten.

PERBANDINGAN ANTARA BEHAVIORISME DAN GESTALT
Kedua teori ini mengilustrasikan perkembangan pengetahuan melalui pengukuran yang akurat dan riset dalam kondisi yang terkontrol.

Aplikasi ke Pendidikan
Psikologi Behaviorisme dan Gestalt mendasarkan risetnya pada asumsi yang berbeda mengenai sifat dan belajar serta fokus studinya. Behaviorisme mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku dan mengidentifikasi stimuli dan respons spesifik sebagai focus riset, sedangkan psikologi Gestalt berpendapat bahwa seseorang merespons stimuli yang terorganisasi dan persepsi perorangan adalah faktor penting untuk memecahkan masalah.

Behaviorisme
Pengkondisian klasik juga membahas aspek-aspek dari situasi sehari-hari, misalnya untuk hari pertama anak, di kelas taman kanak-kanak dan sekolah dasar, aktivitas yang dilakukan haruslah kegiatan yang dapat menghindari asosiasi kecemasan dan perasaan negative lainnya terhadap latar sekolah.
Guthrie juga menyarankan guru untuk mengasosiasikan stimuli dan respons secara tepat. Misalnya, guru harus memastikan bahwa instruksi seperti mengantri makan siang tidak menimbulkan perilaku distruptif. Masalahnya adalah bahwa sebuah perintah dapat menjadi petunjuk untuk munculnya perilaku distruptif di masa depan.

Psikologi Gestalt
Isu yang diangkat psikologi Gestalt untuk masalah pendidikan adalah soal makna, pemahaman, dan wawasan yang merupakan karakteristik manusia. Komputer, dapat menjadi pemecah masalah manusia, setelah masalahnya dipahami.
Kesulitan dalam mengaplikasikan perspektif Gestalt di kelas adalah kurangnya prinsip yang terdefinisikan dengan jelas. Periset Gestalt mengemukakan beberapa saran untuk pembelajaran memecahkan masalah, yaitu :
a.       membuat tugas dalam belajar di dalam situasi yang konkrit dan akurat.
b.      asistensi selama pemecahan masalah tidak boleh berupa prosedur pengulangan dan peniruan.