Banyak orang mengatakan bahwa mengajar adalah ilmu. Orang-orang ini percaya memposisikan mengajar sebagai aktivitas “ilmiah” memang dapat diformalkan, namun jika hal itu menjadi resep pendekatan yang memaksa, maka kana terjadi birokratisasi dan pemaksaan aktivitas mengajar. Mereka berpendapat bahwa mengajar sebenarnya melibatkan intuisi, improvisasi dan ekspresi. Bagi mereka, aktivitas mengajar tergantung pada kreativitas, penilaian yang baik, dan wawasan tingkat tinggi. Mengajar merupakan seni dan ilmu mentransformasikan bahan ajar kepada peserta didik pada situasi dan dengan menggunakan media tertentu. Ilmu mengajar bisa dipelajari di man pun dan kapan pun, baik individual, kelompok, maupun dilembagakan. Seni mengajar akan terlihat ketika interaksi pembelajaran berlangsung.
Banyak juga orang mengatakan bahwa mengajar adalah ilmu. Bagi mereka, kegiatan mengajar harus berbasis dan dipandu ilmu. Mereka ini menekankan aspek ilmiah dalam kegiatan pembelajaran dan berfokus pada cara-cara melakukan sistematisasi komunikasi antara guru dan siswa. Mereka percaya bahwa adalah mungkin untuk secara sistematis memilih bahan, mengatur interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa dan menentukan bahan-bahan yang harus dipelajari oleh siswa, sehingga mengurangi kemungkinan kegiatan pembelajaran terjadi hanya secara kebetulan. Mereka percaya bahwa kegiatan belajar siswa dapat dilakukan dengan pendekatan teknologis melalui aplikasi teknologi pengajaran. Salah satu pendukung utama pendekatan pembelajaran berbasis teknologi adalah B.F. Skinner. Skinner berargumen bahwa guru-guru dapat dilatih untuk menerapkan teknologi pendidikan atau mentransformasikan material pembelajaran dengan pendekatan teknologis dalam masukan-proses-luaran atau stimulus-respon yang mekanistik.
Jika dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran pada tanggal 5 Maret 2012 mata kuliah Paedagogi, penjelasan di atas terlihat selama proses pembelajran berlangsung. Unsur seni dan ilmu diterapkan oleh dosen pengampu saat mengajar. Unsur seni terlihat ketika dosen memberikan kesempatan mahasiswa untuk melakukan trial and error ketika mencoba aplikasi web yang baru diperkenalkan oleh dosen. Ketika salah seorang mahasiswa berhasil memecahkan masalah, dosen memberi kesempatan mahasiswa untuk menjelaskan apa yang didapatnya di depan kelas. Terlihat jelas bahwa dosen tidak terpaku pada metode ceramah dengan menggunakan power point. Cara mengajar yang diterapkan juga tidak kaku. Mahasiswa didorong agar mampu berkreativitas.
Unsur lain yang terlihat ketika proses pembelajaran berlangsung adalah ketika dosen memperkenalkan teknologi dan website pada saat mengajar. Seni dan ilmu yang dikombinasikan ketika mengajar sangat baik untuk efektivitas pembelajaran. Menurut saya kegiatan pembelajran banyak melibatkan intuisi, kretaivitas, ekspresi serta improvisasi. Tetapi kreativitas yang diterapkan ketika mengajar tetap dibarengi dan dipandu dengan ilmu. Jadi pengajaran tetap berbasis ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. (2010). Pedagogi, Andragogi dan Heutagogi., Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar