Peubahan dari sekolah lanjutan ke pendidikan tingi sering tidak disadari oleh para mahasiswa baru. Banyak mahasiswa salah menyikapi situasi baru yang jauh berbeda dari situasi belajar disekolah lanjutan, sehingga memilih orientasi, sikap dan kebiasaan belajar yang keliru. Bila selama disekolah dasar dan lanjutan, kegiatan diatur dan dipantau oleh sekolah dengan jadwal belajar jam 7 pagi sampai jam 1 siang, di PT dituntut kemandirian untuk menentukan cara dan kapan belajar. Adanya orientasi pengenalan kampus untuk mahasiswa baru, sangat penting bagi pemanfaatan fasilitas kampus secara maksimal, demi tercapainya tujuan belajar dan tujuan perkembangan pribadi. Pada orientasi kampus inilah saatnya memperkenalkan fasilitas konseling bagi mahasiswa.
Tujuan konseling di PT bagi mahasiswa menurut G.W. Young (1970) adalah:- Membantu mahasiswa mengambil keputusan mengenai pilihan karir, pilihan program pendidikan, dan masalah lain yang menyangkut keputusan pendidikan
- Memungkinkan mahasiswa lebih efektif dalam beinteraksi dengan orang lain, seperti teman sebaya, dosen, orang tua
- Membantu mahasiswa mendapat pemahaman diri dan penerimaan diri
- Membantu mahasiswa untuk meningkatkan keterampilan dari segi akademik maupun sosial
- Memberi dukungan mahasiswa mengatasi krisis emosional
Biro konsultasi mahasiswa diharapkan dapat melayani semua mahasiswa dari berbagai usia, status sosial ekonomi, etnik/suku, agama, dan budaya. Dengan bertambah banyaknya mahasiswa yang berasal dari lingkungan keluarga non akademik (orang pertama dalam lingkungan yang sebelumnya tidak ada yang belajar di pendidikan tinggi), perlu ada konselor yang peka terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi.
Pelayanan yang paling sering dijumpai di biro konsultasi mahasiswa adalah masalah disekitar pendidikan vokasional dan penyesuaian sosial psikologi pribadi. Dibeberapa kampus diluar negri, pelayanan ini terpisah, yaitu ada pusat pelayanan vokasional dan yang lain pusat pelayanan penyesuaian diri bagi mahasiswa.
Pelayanan lain bagi mahasiswa adalah berupa penyelenggaraan pelatihan kelompok kecil untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial, akademik, atau emosional. Pelayana lain yang juga sering disebut-sebut adalah pemberian disiplin kepada mahasiswa. Mahasiswa yang melanggar aturan kampus yang tidak dianggap kriminal (berdasarkan keputusan dewan pertimbangan), tetapi diperlakukan sebagai mahsaiswa yang membuat kekeliruan.
Seperti dalam konseling di jenjang pendidikan yang lebih rendah, mengevaluasi efektivitas konselor juga mengelami kesulitan. Salah satu kesulitannya adalah menetukan kriteria keberhasilan terkait dengan efektivitas konseling. Meski tidak akurat, 2 kriteri berikut adalah saran untuk mengukur secara umum efektivitas program konseling :
- Reputasi umum pusat konseling/biro konsultasi dikalangan mahasiswa maupun dosen.
- Penggunaan studi follow-up klien-klien yang telah mendapat konsultasi, berdasar keberhasilan dalam studi maupun setelah bekera.
DAFTAR PUSTAKA
Sukadji, Soetarlinah.2000.Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah.Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (L.P.S.P3) Fakultas Psikologi Universitas indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar