Rabu, 26 September 2012

Fungsi Umum Teori Belajar & Perspektif Psikologis Tentang Faktor-Faktor Utama dalam Belajar


1)   Fungsi umum teori belajar kaitannya dengan pengalaman pribadi.

Suppes (1974) mengidentifikasi empat fungsi umum dari teori. Berikut adalah fungsi-fungsi umum tersebut dan disertai dengan contoh pengalaman sehari-hari.

1.    Sebagai kerangka riset.
    Fungsi ini terkait dengan syarat bahwa teori harus memuat prinsip  yang dapat diuji; teori yang baik akan diterjemahkan ke dalam desain riset yang konkret.
Contoh : Saat saya mengikuti mata kuliah psikologi pendidikan disemester 2, dosen pengampu mata kuliah meminta mahasiswanya untuk melakukan mini proyek terkait dengan materi yang sudah dipelajari selama perkuliahan. Ketika saya dan kelompok mengerjakan mini proyek tersebut, pedoman penting dalam menentukan apa yang akan kami lakukan adalah teori. Dengan teori tersebut pengerjaan mini proyek menjadi terorganisir dan membantu dalam mengumpulkan data. Dari pengalaman tersebut terlihat jelas bahwa teori menjadi panduan dalam merancang sebuah riset.

2.    Memberikan kerangka organisasi untuk item-item informasi.
Contoh : setelah saya belajar berbagai macam mata pelajaran di bangku SMA, saya memiliki skema tentang masing-masing mata pelajaran tersebu. Misalnya, untuk mata pelajaran biologi, setelah 3 tahun mempelajarinya, secara sederhana saya mengerti bahwa biologi mempelajari makhluk hidup. Lebih dalam lagi, dalam mata pelajaran biologi tersebut saya menjadi memiliki kerangka pikir tentang proses-proses yang terjadi pada manusia, apa itu sistem metabolisme, bagaimana manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan berkembang-biak, dan lain sebagainya. Proses belajar memberikan saya skema tentang berbagai hal.

3.    Mengidentifikasi sifat dari peristiwa yang kompleks.
Contoh : ketika saya berumur kira-kira 6 atau 7 tahun, saya belajar mengendarai sepeda. Yang saya tahu, hanya cara menaiki sepeda dan menjalankan sepeda tersebut. saya tidak mengerti bahwa mengendarai sepeda dengan kencang kemudian berbelok bisa mengakibatkan sepeda tidak seimbang dan terjatuh. Ketika akhirnya saya jatuh berulang-ulang kali, dari situlah saya mengerti bahwa ketika berbelok sebaiknya tidak dengan melaju kencang. Pada saat itu tahap perkembangan saya juga sudah memasuki tahap yang lebih tinggi jika dilihat melalui tahap perkembangan Jean Piaget.

4.    Mereorganisasi pengalaman sebelumnya.
Contoh : saat saya duduk di bangku SD yang saya tahu adalah bahwa proses pemberian label “ pintar ” kepada seorang anak didasarkan pada kemampuannya mengerjakan soal-soal matematika dari gurunya dan mendapat nilai yang baik dibidang akademik. Dahulu orang-orang hanya melihat kecerdasan seseorang dari nilai akademiknya di sekolah tanpa mengetahu bahwa kecerdasan itu tidak hanya bisa menjawab soal matematika di sekolah saja. Namun seiring perkembangan jaman dan banyaknya penelitian-penelitian baru yang melahirkan teori baru membuat label “pintar” tidak hanya didasarkan pada nilai akademik di sekolah. Sekarang saya mampu memahami bahwa setiap individu itu unik dan memiliki kelebihan masing-masimg yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dari hal ini terlihat jelas bahwa teori melahirkan wawasan baru sehingga prinsip sebelumnya perlu diperbaiki.

5.    Bertindak sebagai penjelasan kerja dari peristiwa.
Contoh : sebelum masuk ke Fakultas Psikologi, saya tidak mengerti dan tidak paham kenapa ada orang yang menurut saya bertindak aneh, apa penyebab ia melakukannya serta bagaiman bisa ada orang yang disebut oleh orang awam “gila”. Tetapi ketika saya masuk ke Fakultas Psikologi, mempelajari berbagai macam ilmu dan teori tentang prilaku manusia dan proses mental, saya menjadi mengerti mengapa ada orang yang melakukan sesutau berbeda dari orang lain. Menurut saya pengalaman ini relevan dengan fungsi umum kelima dari teori belajar yang berguna sebagai penjelasan atas suatu kejadian atau fenomena.

2)   Kaitan contoh pada poin 1 pada gambar 1.1 halaman 33 yang meggambarkan tentang perspektif psikologis tentang faktor-faktor utama dalam belajar.

Ø Perspetif Behavioris
Perspektif behavioris jika dikaji lebih dalam merupakan contoh konkret dari teori sebagai kerangka riset dan teori sebagai penjelasan dari suatu fenomena atau kejadia. Contoh dari fungsi umum teori belajar sebagai kerangka riset dan sebagai penjelasan dari suatu fenomena atau kejadian yang ada pada poin 1 memiliki hubungan dengan perspektif behavioris. Misalnya saja hukum belajar Thorndike yang berada pada perspektif behavioris yang mengidentifikasi arti penting prilaku bagi proses belajar. Perilaku yang dimunculkan oleh teman-teman sekelompok, teman-teman dari kelompok lain serta senior memberikan saya pelajaran bagaimana seharusnya mengerjakan proyek mini yang lebih baik. Karena sebenarnya saya belum benar-benar paham bagaimana megerjakan proyek tersebut, tapi dari prilaku teman-teman saya saat mengerjakan proyek tersebut, saya jadi lebih mengerti bagaiman mengerjakannya.

Ø Perspektif Kognitif
Contoh yang ada pada fungsi umum teori belajar sebagai kerangka riset juga memiliki hubungan dengan perspektif kognitif. Dimana, dalam perspektif ini terdapat teori dan odel motivasional. Seperti yang telah dijelaskan pada perspektif behavioris diatas, ketika mengerjakan proyek mini disemester 2 saya memiliki motivasi untuk mendapatkan nilai yang baik, sehingga membuat saya memiliki keinginan untuk menyelesaikan dengan cepat dan tepat proyek tersebut.

Ø Perspektif Interaksionis
Kondisi belajar Gagne dan teori kognitif sosial Bandura masuk didalam perspetif interaksionis. Jadi dapat disimpulkan bahwa contoh yang dibrikan pada fungsi umum teori belajar sebagai pemberi kerangka informasi dan teori belajar untuk mereorganisasi pengalaman sebelumnya dapat dikaitkan dengan perspektif interaksionis. Misalnya saja, pengalaman saya belajar biologi memberikan saya kerangka informasi tentang makhluk hidup, perkembangbiakan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Jika kita coba kaitkan dengan kondisi belajar Gagne yang mengatakan bahwa belajar memerlukan proses internal dan eksternal agar mendukung pembelajaran, maka saya dapat mengatakan bahwa proses internal yang saya rasakan saat belajar biologi tersebut adalah bahwa saya memiliki persepsi kalau guru biologi yang mengajar kredibel untuk saya percayai pengetahuannya. Selain itu, proses eksternal yang saya rasakan adalah dukungan dan banyaknya informasi yang diberikan oleh guru.

Ø Teori Perkembangan Interaksionis
Seperti halnya teori perkembangan kognitif Piaget yang mengatakan bahwa pemikiran tidak logis dari anak-anak merupakan hal wajar karena disesuaikan dengan tahap perkembangannya dan akan terus berkembang sampai ia memiliki pemikiran yang logis. Hal tersebut juga saya rasakan ketika saya belajar memahami bagaimana menaiki sepeda yang benar. Pemikiran pendek yang awalnya saya miliki diusia sekitar 6 atau 7 tahun perlahan berkembang menjadi pemikiran yang lebih baik diusia selanjutnya. Tentunya dengan proses belajar dari pengalaman yang berulang-ulang.

Kamis, 13 September 2012

HASIL DISKUSI ANALISIS KELOMPOK

Anggota Kelompok :
1. Rizqi Chairiyah (10-007)
2. Fauziah Nami Nasution (10-016)
3. Sri Rizki Amanda (10-017)


Konsep penguatan dari Skinner efektif untuk memunculkan perilaku baru yang diharapkan. Penguatan ini bisa bersifat positif dan bisa bersifat negative. Penguatan yang bersifat positif bila diberikan akan memunculkan perilaku baru atau mempertahan perilaku yang lama yang memang diinginkan. Sebaliknya penguatan negative akan mengurangi perilaku yang tidak diharapkan. Tetapi pada kasus Ririn (Sri Rizki Amanda) dan Qiqi (Rizqi Chairiyah) penguatan negative yang diberikan malah menguatkan perilaku yang tidak diharapkan (Ex: tidak termotivasi untuk belajar).

Skinner juga memberikan konsep jadwal penguatan, yaitu : fixed ratio, fixed interval, variable ratio, variable interval. Penjadwalan penguatan memegang peranan penting dalam memunculklan perilaku. Terlihat dari kasus Anggi (Fauziah Nami), yang diberikan penguatan secara konsisten, yitu setiap 6 bulan sekali. Hal tersebut memberikan efek positif pada anak yang semakin termotivasi untuk meningkatkan nilainya.

NB : Untuk membaca kasus Ririn, Qiqi, dan kasus Anggi, reader dapat membukan Link pada nama anggota kelompok diatas. Terimakasih J

Analisa Pengalaman Pribadi


Pengalaman Anggi

Kasus ini adalah pengalaman positif. Pada saat masih duduk di bangku SD, saya mendapat nilai dan peringkat di kelas yang cukup baik. Setiap pembagian rapor dilakukan, siang hari dirumah, ayah akan selalu membahas nilai anak-anaknya. Ketika itu, nilai saya lebih baik  daripada nilai rapor kakak saya, dan bisa dikatakan nilai kakak saya itu cukup buruk. Ayah saya akan selalu membandingkan nilai anak-anaknya. Beliau akan memberikan pujian bagi anaknya yang mendapat nilai yang baik dan sebaliknya memberikan  teguran dan ejekan kecil sepanjang waktu bagi anaknya yang mendapat nilai buruk. Intinya saya dipuji dan kakak saya kebalikannya. Menyadari hal ini, saya selalu berusaha meningkatkan nilai rapor karena dengan ini pujian juga akan meningkat. hal tersebut saya rasa sangat efektif, terbukti dengan semakin membaiknya nilai saya di sekolah.

Pembahasan Dengan Teori Skinner

Jika melihat kasus diatas, terlihat sekali bahwa konsep penguatan dari Skinner efektif dalam memotivasi anak belajar. Anak yang awalnya memiliki nilai yang memang cukup baik, ketika mendapat mendapat pujian (penguatan) dari orang tuanya, berusaha meningkatkan lagi nilainya agar semakin baik.

Selain itu, penguatan (pujian) yang diberikan orang tua (ayahnya) setiap enam bulan sekali, yaitu setiap pembagian rapor juga adalah konsep penguatan Skinner dilihat dari jadwal pemberian penguatan. Pujian dalam kasus diatas masuk dalam penjadwalan penguatan interval tetap, dimana penguatan yang diberikan untuk perilaku yang tepat pada interval waktu yang konsisten.

Selasa, 11 September 2012

PENGKONDISIAN BERPENGUAT SKINNER


Anggota Kelompok
3. Sri Rizki Amanda (10-017)


Prinsip-prinsip Belajar

Skinner percaya bahwa psikologi dapat menjadi sains hanya melalui studi perilaku, dimana Skinner mempelajari jenis perilaku yang tidak secara otomatis dipicu oleh stimulus tertentu.

            Menurut Skinner tujuan dari setiap ilmu pengetahuan, terutama sains adalah menemukan hokum-hukum relasi yyang jelas di antara kejadian—kejadian di lingkungan. Begitu juga, tugas untuk ilmu perilaku adalah menemukan relasi di antara kejadian lingkungan dengan perilaku. Ada beberapa asumsi untuk mendukung studi perilaku Skinner, yaitu :

1.      Belajar adalah perubahan perilaku
2.      Perubahan perilaku secara fungsional berkaitan dengan perubahan dalam lingkungan atau kondisi
3.      Hukum relasi antara perilaku dan lingkungan dapat ditemukan hanya jika sifat dari perilaku dan kondisi eksperimental didefinisikan dalam istilah fisik dan diamati di bawah kondisi yang terkontrol
4.      Data dari studi eksperimental adalah sumber informasi tentang penyebab perilaku yang dapat diterima
5.      Perilaku subjek adalah sumber data yang tepat
6.      Dinamika interaksi organisme dengan lingkungan adalah sama untuk semua spesies

Asumsi ini penting untuk memenuhi syarat psikologi agar menjadi ilmu pengetahuan ilmiah dan dapata diaplikasikan dalam kehisupan sehari-hari. Secara spesifik, Skinner mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku.

Dengan mengadaptasi riset Thorndike tentang tiga komponen penting dari perubahan perilaku, yaitu : (a) kesempatan di mana perilaku terjadi; (b) perilaku itu sendiri; dan (c) konsekuensi dair perilaku. Berbeda dengan teori Thorndike yang menyebut konsekuensi yang menyebabkan peningkatan perilaku sebagai imbalan (reward), sedangkan Skinner menyebut imbalan dengan konsekuensi yang menguatkan (reinforcing consequences) dan penguatan (reinforcement). Penguatan adalah setiap konsekuensi behavioral yang memperkuat perilaku; yaitu, penguat meningkatkan frekuensi respons. Skinner mengidentifikasi tiga komponen belajar sebagai stimulus diskriminatif (), respons (R) dan stimulus penguat () dan konsekuensi peristiwa belajar adalah () – (R) – ().

Stimulus diskriminatif adalah stimulus yang secara konsisten hadir ketika respons menghasilkan penguatan. Melalui asosiasi yang berulang dengan respons yang diperkuat, stimulus diskriminatif menjadi isyarat behavioral untuk respons tersebut. Seringnya, stimulus diskriminatis berupa kejadian lingkungan dan pernyataan verbal dari orang lain.

Penguatan adalah konsekuensi behavioral yang menigkatkan frekuensi respons. Agar efektif, konsekuensi itu haru muncul segera setelah pelaksanaan perilaku tertentu. Fungsi penting dari penguatan dalam khidupan sehari-hari adalah mencegah lenyapnya perilaku (extinction). Ada tiga factor yang di asosiasikan memengaruhi sejauh mana kejadian tertentu berfungsi sebagai penguat, yaitu : keterampilan individual, sejarah penguatan masa lalu, dan karakteristik warisan. Terdapat tiga klasifikasi penguat, yaituu : (a) primer atau sekunder; (b) umum/digeneralisasikan; dan (c) positif atau negative.

Praktik Kultural dan Pengkondisian Berpenguat

            Skinner (1981) berpendapat bahwa proses dalam mengkondisikan perilaku individual, melalui 2 level : Pertama, evolusi biologis dari makhluk hidup; Kedua adalah perkembangan kultur. Skinner (1989b, h. 52) mendefinisikan kultur sebagai kontingensi yang dipertahankan oleh kelompok. Contoh : perayaan Thanksgiving , dimana perayaan ini diperkuat secara positif dengan dihadirkannya makanan lezat dan penguat sosial, seperti persahabatan.Kontingensi penguatan dalam praktik cultural akan membentuk perilaku dari setiap anggota kelompok. Praktik sosial di transmisikan ketika anggota membentuk perilaku dari anggota baru.

Tingkat spesialisasi pekerjaan dalam masyarakat kontemporer telah mereduksi kesempatan untuk penguatan. Masalah lain dalam peradaban Barat yaitu melimpahnya hal-hal yang dideskripsikan sebagai “menarik, cantik,indah,lezat, menghibur dan menggairahkan” (Skinner, 1987, h. 23).Perilaku yang diperkuat oleh kemudahan akses ke hal-hal yang indah dan menyenangkan adalah perilaku melihat dan mendengar. Dengan kata lain, akses mudah ke penguatyang menyenangkan akan menciptakan situasi dimana “penguat tidak bergantung pada jenis perilaku yang mempertahankan individu atau mempromosikan kelangsungan budaya atau makhluk hidup” (Skinner, 1987, h. 24).

Sifat Belajar yang Kompleks

            Hukum efe menyebutkan hubungan antara suatu respons dengan konsekuensi (Skinner, 1953, 1963b). Faktor-faktor yang berfungsi dalam akuisisi pola perilaku adalah pembentukan, jadwal penguatan, konsep kegunaan negative, dan perilaku yang diatur.

Pembentukan

Pembentukan perilaku baru menggunakan sederet stimulus diskriminatif yang didesain dengan cermat, dan penguatan untuk perubahan respon yang dapat membuat subjek bersiap untuk mengambil langkah selanjutnya dalam urutan perilaku.

            Proses pembentukan dimulai dengan member penguatan untuk respon yang diinginkan. Setelah penguatan awal terhadap kontak ini, penguatan ditahan lagi sampai ada peningkatan perilaku. Prosedur dari penguatan pertama memperkuat respons yang mirip dengan respons yang diharapkan, dan kemudian memperkuat respons dengan cara memperbaiki respons. Prosedur ini dinamakan perkiraan penguatan berturut-turut (reinforcing successive approximations) atau penguatan differensial(Skinner,1953,1968b, 1989b).

            Arti penting dari pembentukan yaitu dapat menimbulkan perilaku yang kompleks yang hampir tidak memiliki kemungkinan yang terjadi secara alamiah dalam hasil akhirnya (Skinner, 1963a). Peforma dari respons yang tepat yaitu terjadi secara acak, kebetulan, maka respons yang salah juga mungkin terjadi.

Jadwal Penguatan

            Sebagian besar perilaku hanya menimbulkan penguatan yang berselang-seling atau intermittent, seperti menulis. Di dalam laboraturium, penguatan berselang-seling ini bisa diberikan secara tepat sesuai dengan jadwal yang berbeda atau kombinasi jadwal. Dasar untuk beberapa jadwal yaitu jumlah respons yang dimunculkan oleh subjek, disebut sebagai penguatan rasio.

            Dalam jadwal tetap, baik rasio maupun interval, respons biasanya melambat setelah penguatan dan kemudian rata-ratanya meningkat secara gradual. Pelambatan ini bisa dihindari melalui penggunaan jadwal variabel. Penguatan berselang-seling pada setiap jadwal dapat menjaga perilaku selama periode waktu yang lama. Jadwal yang terutama efektif adalah jadwal variabel-rasio. Pada mulanya penguatan sering diberikan, tetapi kemudian pelan-pelan dikurangi. Jadwal variabel-rasio berguna karena mencegah hilangnya perilaku ketika penguatan menjadi jarang (Skinner, 1989b, h. 77). Salah satu keuntungan dari penguatan rasio-variabel adalah mempertahankan perilaku dari pelenyapan (extinction) ketika penguatannya jarang.

Konsep Kegunaan Negatif

            Dalam beberapa situasi, jadwal variabel-rasio dapat menimbulkan kerugian dalam jangka panjang bagi subjek. Meskipun pada awalnya menguatkan, penggunaan jangka panjang akan menimbulkna penguat negative yang kuat, yang dinamakan gejala melepaskan diri (withdrawal symptoms). Kondisi jangka panjang ini merupakan kondisi kegunaan negatif; semakin berat kecanduannya, maka semakin besar usaha yang diperlukan untuk melepaskan diri, sementara keadaan fisik dan emosional individu juga semakin memburuk. Contohnya : Kecanduan berjudi.

Perilaku yang Diatur Peraturan (Rule-Governed)

            Seseorang lebih sering melakukan apa yang diperintahkan oang lain untuk melakukannya—merka mengikuti saran (Skinner, 1987,h.21). Biasanya saran itu berbentuk saran verbal atau instruksi. Selain saran informal, perilaku yang diatur oleh aturan juga dapat diperoleh melalui pernyataan formal, aturan hukum,etika,dan praktik religious suatu masyarakat. Hukum dan prosedur kultur yang dikodifikasi merupakan hal yang penting, dikarenakan 2 hal, yaitu : pertama, mereka membantu individu mendapat manfaat dari pengalaman orang lain. Kedua, mereka juga membantu kelompok untuk memuji dan mengecam secara konsisten (Skinner, 1989b).

            Perilaku yang diaur oleh peraturan dan diatur oleh kemungkinan, merupakan dua hal yang berbeda. Dalam kondisi yang diatur oleh kemungkinan, perilaku dilaksanakan secara efektif. Contoh : belajar mengendarai mobil (perilaku yang diatur aturan). Perbedaan selanjutnya yaitu, hanya konsekuensi respons langsung untuk perilaku yang diatur kemungkinan yang akan mengubah kemungkinan respons di masa depan. Dalam kondisi yang diatur peraturan, respons apa yang terjadi tidak dapat dipastikan (Skinner, 1953,h.147).

PRINSIP PEMBELAJARAN

Asumsi Dasar
            Keyakinan Skinner tentang hakikat sekolah dan belajar di kelas, merupakan parameter dari tekhnologi pengajarannya.

Hakikat Pendidikan

            Sekolah umum didirikan untuk memberikan bimbungan perorangan pada sekelompok siswa (Skinner, 1989b). Namun, karena jumlah siswa terus bertambah, maka perhatian personal menjadi “jarang” (h.86). Dalam konfigurasi ini, kelompok-kelompok guru hanya menangani sebagian dari seluruh siswa saja.

            Salah satu perubahan yang diimplementasikan di beberapa sekolah adalah usaha untuk mempersiapkan tahapan belajar agar lebih mirip dengan kehidupan sehari-hari, akan tetapi praktik ini juga prblematis. Sekolah biasanya menggunakan control aversif, dan hasilnya adalah siswa mengerjakan tugasnya karena menghindari konsekuensi dari tindakan mengabaikan tugas (Skinner, 1968b,1989b).

            Berbagai macam rekomendasi untuk mengatasi masalah edukasional yaitu memperpanjang tahun ajaran dan menyediakan sertifikasi nasional untuk guru. Namun, menurut Skinner, tidak ada institusi yang dapat merealisasikan kemajuan dan perkembangan kecuali ia menganalisis proses dasar yang menjadi tanggung jawabnya.

Belajar di Latar Ruang Kelas

            Ketika seorang guru menghadapi siswa 20-30 orang, maka muncul beberapa masalah pembelajaran, yaitu : (a) penguatan positif yang yang kurang sering, (b) tertundanya waktu antara perilaku dan penguatan (c) kurangnya program yang mengarahkan anak ke perilaku yang diharapkan.

Ada 3 asumsi yang menopang pendekatan Skinner untuk tekhnologi pengajara, yaitu :
a.       Analisis eksperimental juga berlaku untuk ruang kelas
b.      seperangkat perilaku di kelas mungkin dapat dibentuk dengan cara yang sama seperti perilaku lain
c.       Tekhnologi dibutuhkan untuk memberikan lebih banyak penguatan bagi respon behavioral

Komponen Pembelajaran

            Konsep-konsep yang diperkenalkan Skinner untuk dipertimbangkan dalam perencanaan ruang kelas antara lain:
a.       Stimuli diskriminatif (kejadian spesifik yang akan direspon oleh siswa)
b.      Kontingensi penguatan, termasuk mengontrol kesuksesan siswa
c.       Dinamika ruang kelas, yaitu memperkuat perilaku yang tidak kompatibel denga perilaku yang mengganggu.

Memilih Stimuli Diskriminatif

      Pengajaran terjadi ketika respons muncul untuk pertama kali dan diperkuat. Elemen penting dalam proses ini adalah stimuli diskriminatif. Stimuli diskriminatif berfungsi ssebagai isyarat bagi perilaku tertentu. Dalam lingkungan sosial kelas, berbagai macam stimuli verbal berfungsi sebagai stimuli diskriminatif untuk mengarahkan perhatian siswa. Selain itu, manajemen kelas yang baik dapat menggunakan stimuli nonverbal dan mereduksi kebutuhan petunjuk lisan.

Transfer Kontrol Stimulus

    Proses ini terjadi melalui dua cara yaitu :
a.       perilaku diperkuat sendiri
b.      perilaku berada dalam control stimuli internal.
              Kegagalan untuk memberikan transfer control stimulus adalah salah satu kesalahan utama yang dijumpai dalam pembelajaran mikrokomputer.

Mengembangkan Perilaku yang Tidak Cocok dengan Respons Lain.

Eliminasi perilaku yang tidak tepat membutuhkan penguatan perilaku yang tidak kompatibel atau tidak cocok dengan perilaku tersebut. Proses ini dimulai dengan menta stimuli diskriminatif alternative yang dapat memicu respons yang berbeda.

Isu saat ini tentang suasana kelas merupakan arti penting dari peran guru dalam membangun kelas yang berorientasi penguasaan mateir. Salah satu tujuannya adalah mendorong upaya siswa kea rah belajar dan penguasaan, dan mereduksi terpecahnya focus siswa karena hal yang lain.

Isu-isu dalam Memilih Penguat Potensial

Dua tipe penguat untuk kelas adalah :
a.       penguat alamiah, yaitu kejadia-kejadian yang ada dalam situasi tertentu memberikan tanggapan non-aversif
b.      Penguat terencana, dalam pendidikan penguat yang direncanakan juga sering dibutuhkan sebagai jurang pemisah antara tahap awal belajar dan latar-latar dimana penguat alamiah dapat berfungsi. Penguat terencana juga mencakup komentar verbal, penolakan awal, dan waktu bebas.

Penarikan bertahap Penguat Terencana

Hal yang penting dalam menggunakan penguat terencana adalah :
a.       memperluas rasio antara respons dan penguat
b.      memasangkan penguat terencana dengan penguat lainnya
c.       secara bertahap menarik atau menghilangkan penguat terencana

Kunci untuk menggunakan penguat terencana secara efektif adalah :
a.    membatasi penggunaannya pada tahap awal pengembangan perilaku yang kompleks
b.    merencanakan menggunakan stimuli diskriminatif
c.    merencanakan kemunculan penguat alamiah
d.   secara bertahap menghilangkan penguat terencana saat perilaku meningkat.

Pemilihan Waktu Penguatan

Kesalahan pemilihan waktu (mistiming) dalam pemberian penguatan juga terjadi dengan pemberian materi belajar yang atraktif atau membuang waktu. Hal yang penting dalam perencanaan penguatan adalah menghindari penggunaan penguat secara berlebihan.

Masalah dalam Kontrol Aversif

Kontrol kelas sering mencakup penggunaan aversif maupun penarikan penguatan positif. Tujuan pendidikan adalah untuk memperkuat perilaku, bukan menekannya. Selain itu, penggunaan stimuli aversif sebagai penguat negative dan akan menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Praktik ini menyebabkan reaksi emosional yang tidak diharapkan.Efek samping emosional mencakup apati,cemas, marah dan jengkel. Namun, teguran dapat efektif digunakan jika berbentuk teguran halu untuk beberapa perilaku.

Merancang Pembelajaran untuk Keterampilan yang Kompleks


Penempatan pembelajar dalam satu set kontingensi terminal adalah situasi dimana pelajar dibiarkan melakukan kegiatan trial-error untuk menemukan keterampilan yang dibutuhkan untuk berhasil. Dalam latar sekolah, denga praktik “tugas dan tes”, siswa diminta untuk menulis makalah tanpa mengajari mereka keterrampilan pendukung.

Membentuk Perilaku Manusia

Mengembangkan keterampilan yang kompleks dalam kelas melibatkan unsure-unsur penting yaitu:
a.       memicu respons
b.      menguatkan peningkatan atau perbaikan yang halus dalam perilaku
c.       menyediakan transfer control stimulus secara bertahap
d.      menjadwalkan penguatan sehingga rasio penguatan dan respon perlahan meningkat.

Langkah pertama dalam perencanaan pembelajaran untuk membentuk perilaku adalah: menspesifikasikan dengan jelas perilaku yang hendak dipelajari. Langkah kedua yaitu mengidentifikasi keterampilan awal dari pelajar. Langkah ketiga adalah memprogram mata pelajaran dengan langkah terstruktur.

Brown (1994) mencatat bahwa pengkondisian berpenguat menimbulkan pemudaran (fading) dan perancahan (scaffolding) yaitu dukungan yang diberikan pada siswa pada tahap awal belajar.

Skinner banyak berkontribusi dalam dunia pendidikan. Salah satunya alat mekanis yang disebut mesin pengajaran yang dikembangkan oleh Skinner untuk mengajarkan mata pelajaran yang terprogram. Alat mekanis ini kemudian berkembang menjadi komputer. Komputer memang sanagt membantu para pengajar untuk mentransfer materi, tetapi Skinner memberikan rambu-rambu untuk hal ini. Banyaknya animasi yang bisa digunakan untuk memperindah materi dapat berakibat buruk bagi siswa karena hal ini bisa mengalihkan perhatian siswa dari belajar.

            Dalam Skinnerian dibahas pula karakteristik pemelajar yang diartikan sebagai perilaku tertentu yang dibawa siswa ke situasi belajar, dan karakteristik itu mungkin mempengaruhi perolehan perilaku baru. Karakteristik-karakteristik tersebut bisa dibagi menjadi 3 hal, yaitu perbedaan individual, kesiapan belajar serta motivasi. Dimulai dari perbedaan individual, menurut Skinner (1953), perbedaan individual dalam perilaku siswa berasal dari: genetik dan sejarah penguatan tertentu. Perilaku individu yang mengalami retardasi mental misalnya, adalah hasil dari warisan genetik. Namun program yang terencana dapat mengembangkan keterampilan baru (Skinner). Kemudian yang kedua adalah kesiapan belajar yang bisa diinterpretasikan sebagai level usia atau kematangan yang sebenarnya tidak bisa menentukan secara pasti ada atau tidaknya keterampilan yang penting (Skinner, 1953).  Dan yang terakhir adalah motivasi. Perilaku yang mengilustrasikan minat, antusiasme, apresiasi atau dedikasi, dimasukkan dalam deskripsi motivasi. Siswa yang rajin dan bersemangat, siswa yang menikmati membaca buku, dan ilmuwan yang berjam-jam bekerja di laboraturium, semuanya dikatakan memiliki motivasi atau termotivasi ( Skinner, 1968).

            Perilaku tertentu yang biasanya diidentifikasi dengan pemikiran harus dianalisis dan diajarkan (Skinner). Perilaku menurut Skinner juga bersifat tertutup atau tersembunyi (covert); perilaku itu adalah kejadian privat yang tidak dapat dilihat. Termasuk didalamnya adalah: (a) me-review fitur dari masalah tertentu atau menghitung jawaban matematika di dalam hati dan (b) visualisasi masalah atau situasi di ‘mata pikiran’ (penglihatan tersembunyi).

            Berkaitan dengan prilaku, menurut Skinner prilaku dikelas juga merupakan produk dari kontingensi yang terus berlangsung dan kompleks, mencakup situasi dimana guru dan murid saling memperkuat baik secara positif maupun negarif.  Contohnya, siswa yang tidak diberi reinforce negatif oleh temannya karena menjawab pertanyaan guru dan mendapat penguatan pula dari sang guru, siswa tersebut akan berusaha sesering mungkin menjawab pertanyaan. Dan jika guru hanya memanggil siswa yang mengacungkan tangan, siswa akan mengacungkan tangan. Demikian pula guru yang diperkuat oleh jawaban yang benar akan memanggil siswa yang tangannya diacungkan. Namun, guru yang diperkuat oleh jawaban yang salah akan melakukan kontrol aversif,  dan mereka biasanya memanggil siswa yang tidak mengacungkan tangannya. Maka dari itu dalam merancang lingkungan kelas untuk memodifikasi perilaku harus mempertimbangkan karakteristik penguatan timbal balik dari latar sosial.

            Skinner juga mengajarkan konsep pemecahan masalah yang secara formal didefinisikannya sebagai setiap perilaku yang melalui manipulasi variabel-variabel, menyebabkan kemunculan solusi lebih dimungkinkan.

            Guru kelas dapat menggunakan teknologi Skinner dengan 3 cara, yakni:
1.      Menggunakan stimuli diskriminatif dan penguatan dalam interaksi di kelas secara tepat
2.      Mengimplementasikan langkah-langkah pembentukan di dalam pengajaran
3.      Menyusun materi pengajaran yang diindividualisasikan

Salah satu aplikasi penting dari teknologi Skinner adalah mengembangkan iklim kelas yang positif. Skinner (1973) mencatat bahwa pendekatan yang jelas, seperti keegasan tindakan, mungkin diperlukan dalam kelas yang sangat ribut. Namun, guru dapat membuat transisi dari hukuman ke penguatan positif dengan satu perubahan sederhana-dengan merespon kesuksesan siswa. daripada menunjukan apa kesalahan siswa, lebih baik tunjukkanlah apa yang telah mereka lakukan dengan benar. Hasilnya menurut Skinner, akan berupa situasi kelas yang membaik dan pembelajaran yang lebih efisien.

Ternyata ada beberapa pihak yang mengkritik prinsip Skinner. Yang dikritik adalah teknologi untuk analisis eksperimental atas perilaku manusia yang kompleks masih belum lengkap. Beberapa siswa merespons dengan baik dalam situasi yang sangat terstruktur di mana tujuan dan langkah yang mesti diambil dispesifikasikan dengan jelas. Tetapi siswa lainnya diperkuat oleh kesempatan untuk melakukan eksplorasi sendiri dan mengaitkan ide-ide tanpa petunjuk eksternal. Prosedur untuk mengidentifikasi perbedaan ini dan perbedaan lainnya dalam berbagai macam penguatan potensial masih belum dikembangkan.